Orang-orang yang cerdas adalah mereka yang mengingat mati dan melakukan persiapan amat optimal untuk kehidupan abadi setelahnya. Meski kematian adalah kepastian, tapi tak ada yang sanggup menjamin dirinya bisa menghadap Allah Ta’ala dengan kondisi terbaik. Karenanya, persiapan adalah keniscayaan bagi siapa yang menghajatkan husnul khatimah.
Setelah mati, manusia akan transit sejenak di alam kubur hingga datangnya Hari Kiamat. Lalu hisab, dan hari pemutusan; surga atau neraka. Itulah kehidupan abadi yang mustahil dielakkan oleh siapa pun yang bernama hamba.
Dalam proses kebangkitan itu, sebagaimana termaktub dalam Jami’ at-Tirmidzi yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam menyampaikan kabar, kelak akan ada manusia yang berdiri di hadapan Allah Ta’ala dalam keadaan seperti anak kambing.
“Aku,” firman Allah Ta’ala kepadanya, “telah memberimu, mengaruniakan kepadamu, dan menganugerahkan kepadamu kenikmatan.” Tanya-Nya, “Lalu, apakah yang kauperbuat?”
Dalam riwayat yang dikutip oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam ‘Uddatush Shabirin ini, Allah Ta’ala hendak meminta pertanggungjawaban hamba-Nya tersebut. Padahal, Dia Mahatahu segala sesuatu.
“Wahai Tuhanku,” jawab hamba berupa kambing tersebut ketakutan, “harta itu kuhimpun. Kemudian, aku mengembangkannya.” Lanjutnya sampaikan keterangan, padahal Allah Ta’ala Mahatahu, “Karenanya, aku meninggalkannya dalam jumlah yang jauh lebih melimpah dari semula.”
Pintanya amat bodoh, “Maka, kembalikanlah aku ke dunia. Agar bisa kuambil dan kutunjukkan kepada-Mu.”
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dengan nomor hadits 2427 ini, “Ternyata, dia adalah seorang hamba yang tidak pernah melakukan satu pun amal kebaikan.” Maka sebagai balasannya, pungkas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampaikan penjelasan, “Dia pun dijebloskan ke dalam neraka.”
Hendaknya kita berhenti sejenak untuk bertanya kepada diri. Adakah harta yang Allah Ta’ala kurniakan kepada kita telah dimanfaatkan di jalan kebaikan? Apakah harta tersebut kita gunakan dalam amal saleh, infaq, sedekat, zakat, dan segala keperluan jihad di jalan-Nya? Atau sebaliknya?
Apakah harta-harta tersebut kita gandakan dengan cara yang haram, kemudian dimanfaatkan di jalan yang terlarang pula? Jalan-jalan maksiat, kesia-siaan, bermewah-mewah, menumpuk-numpuk aset, dan segala jenis keburukan pemanfaatan harta lainnya?
Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari fitnah harta. Sebab jika tidak, kelak kita akan dibangkitkan serupa dengan kambing, lalu dijebloskan ke dalam neraka sebab tak miliki tabungan amal saleh, meskipun memiliki harta yang melimpah saat di dunia.
-silakan SHARE utk manfaat bersama-
Sumber : kisahikmah
No comments
Thanks For Comment !!! :)